Rabu, 18 September 2013

Berbudaya Bukan Bergaya

Bagi Lusy Ernita Sihotang (19), berbicara tentang budaya berarti berbicara tentang kebiasan atau tradisi yang dilakukan seorang individu maupun kelompok.
Sementara itu kebudayaan adalah adat istiadat atau kebiasaan yang sulit diubah atau permanen yang dibuat oleh sekelompok orang. Jika kebudayaan itu diubah maka akan menciptakan pertentangan, pro dan kontra. Misalnya: Budaya dari suku-suku yang ada di Indonesia. Akan tetapi, positif dan negatifnya budaya dilihat dari perkembangannnya. Jika hal tersebut positif maka akan dilanjutkan dan jika negatif tentu akan mengalami pergeseran.

Namun, di kalangan orang muda justru hal sebaliknya yang terjadi, hal yang negatif tapi dianggap biasa itulah yang mereka sebut kebudayaan. Kebudayaan yang seharusnya membawa manusia ke arah lebih beradab sudah banyak ditinggalkan oleh kaum muda. Contohnya: cara berpakaian yang sopan dan rapi, berbicara sopan, bersikap santun dan budaya tata krama lainnya sudah mulai diabaikan dan menjadi ‘lapuk’ di tengah pergaulan orang muda. Bahkan kepribadiannya pun turut berubah. Di sinilah juga kita dapat melihat apakah orang ini berbudaya atau tidak, kerena itu tergantung dari cara pandang dan cara hidup mereka.
Lebih lanjut, gadis kelahiran Tanjung Raja, 30 September 1995 ini mengatakan, jika budaya ada maka secara otomatis akan menjadi kebudayaan. Agama misalnya berkembang dari suatu budaya dan berkembang menjadi suatu kebudayaan namun diresapi dan dihayati ke level yang lebih tinggi yakni iman. Namun, yang menjadi kendala menurut anak pertama dari tiga bersaudaran ini adalah sebagian kaum muda beranggapan agama bukanlah hal terpenting dalam hidup mereka karena yang terpenting untuk mereka adalah “gaya dan penampilan”. Seperti beberapa pandangan berikut yang hadir dikalangan orang muda; merokok itu keren karena jika tidak merokok itu tidak percaya diri di hadapan para wanita, seperti pepatah kaum lelaki; Ayam berkokok diatas genteng tidak merokok tidak ganteng. Bahkan, zaman sekarang merokok pun ada di kalangan wanita, karena kata mereka “kita harus mengikuti perkembangan zaman”. Di sisi lain, mengenai rok mini misalnya, kebanyakan perempuan suka memakai rok di atas lutut yang terkesan hanya sebagai gaya dan hiasan bukan untuk menutup aurat. Padahal agama menuntut suatu perkembangan dan penghayatan moral yang baik dari setiap orang.

Isu lain menurut putri pasangan Bpk. G. Sihotang dan Ibu R. Sitorus ini misalnya cara orang muda berpakayan jika ke Gereja, banyak yang menurutnya tidak sopan. “Jika pendapat akan budaya dan kebudayaan rokok dan rok mini yang lebih diutamakan di kalangan orang muda sebaiknya pendapat seperti ini segera dihapuskan dari pemikiran mereka agar kebudayaan yang buruk ini hilang walaupun tidak dengan mudah. Karena berbudaya bukan bergaya” tutur gadis lulusan SMA N I Sungai Rumbai dan berencana akan melanjutkan pendidikan Sekolah Pastoralnya di Medan. (ds)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites