
Pada prinsipnya budaya maupun kebudayaan adalah baik terutama bagi mereka yang menghidupinya (di mana budaya itu lahir). Akan tetapi, menurut Frater Keuskupan Padang ini, tidak jarang kita temui budaya tertentu terkadang berseberangan dengan budaya tertentu.
Nah, apakah dengan demikian budaya itu negatif? “Budaya itu tidak negatif karena budaya itu lahir dari daya cipta peradaban tertentu untuk masyarakat tertentu. Sebuah budaya menjadi negatif ketika dalam penerapannya budaya tersebut banyak dipengaruhi dan bercampur dengan unsur-unsur eksternal. Misalnya, budaya berpakaian yang menjadi tidak anggun atau elegan karena dipengaruhi oleh ekonomi, pasar, dll yang membuat pakaian kehilangan hakekatnya.
Lebih lanjut alumni SMA N 2
Pekanbaru ini mengatakan, orang muda adalah penerima budaya dari para
pendahulunya (yang lebih tua) yang sebagai pemberi nilai budaya itu sendiri.
Diharapkan, dengan kritisisme dan daya jelajah intelektual yang serba terbuka,
orang muda sebenarnya dapat menjadi filter,
pemulih, pemurni atau penyaring sebuah budaya tertentu dengan catatan mereka
memiliki pemahaman yang mendasar mengenai budaya itu. Misalnya, orang Indonesia
dikenal sebagai bangsa yang ramah (karena budaya kita memang begitu). Untuk
orang muda mereka harus tahu mengapa kita orang Indonesia ramah. Pertama-tama
jawaban atas pertaanyaan ini akan mereka peroleh dalam keluarga dan sekolah
serta lingkungan masyarakat.
Persoalannya, sejauh ini, orang
muda seakan-akan kehilangan kendali. Peran keluarga, sekolah, agama dan
lingkungan masyarakat sebagai wadah kontrol sosial terhadap perkembangan orang
muda seolah-olah gagal. Cita-cita menjadikan orang muda sebagai manusia
berbudaya masih jauh dari harapan. Manusia berbudaya berarti manusia yang mampu
menghidupi dan mempertanggungjawabkan apa yg telah diterimananya sebagai bagian
dari dirinya. Orang muda adalah manusia yang berbudaya sejauh mereka memahami
apa itu budaya.
Pada prinsipnya, budaya, Gereja,
dan orang muda bukan sesuatu yang harus dinilai tetapi sebuah kontrol sosial
dan alat sosial untuk membawa manusia pada sebuah budaya yang luhur dalam
masyarakat, Gereja maupun lingkungan orang muda itu sendiri. Kecenderungan
negatif dikalangan orang muda zaman ini adalah dampak dari melemahnya kontrol
sosial atas nilai penghayatan budaya itu sendiri. Ini juga menjadi tantangan
tersendiri bagi Gereja. Dari sisi budaya, Gereja bisa dikatakan sebagai
kumpulan orang-orang yang memiliki sebuah budaya, budaya ber-Tuhan dimana di
sana bersumber nilai-nilai luhur kehidupan.
Sekarang pertanyaannya, apa yang
seharusnya dibuat oleh Gereja?. Hemat saya, yang pertama-tama perlu
ditingkatkan secara serius pendidikan keluarga yang sesuai dengan nilai-nilai
kehidupan yang ada dalam Gereja itu sendiri. Dari sana akan terbentuk sebuah
budaya yang matang yang mampu menjadi garam dan terang seperti yang Kristus
kehendaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar