skip to main |
skip to sidebar
Pengunduran diri Bapa Suci
|
Paus Benedictus XVI |
Rekan-rekan muda yang terkasih!
Hari senin lalu (11/2/2013) kita tercengang mendengar berita tentang
rencana pengunduran diri Paus Benediktus XVI dengan alasan faktor usia
dan kesehatan. Dengan sadar dan fair Paus yang terpilih tanggal 19 April
2005 melihat tekanan usia dan kondisi kesehatan yang semakin rapuh
menjadi halangan utama baginya dalam melaksanakan amanat kegembalaan.
Menurutnya pengunduran dirinya demi kebaikan Gereja.
Jabatan Paus de
facto berlangsung seumur hidup, namun kriteria ini terbuka terhadap
pengecualian: Paus bisa mengundurkan diri dengan alasan yang masuk akal,
dipahami, jujur, manusiawi, dan dipertanggungjawabkan. Tentang
kemungkinan pengunduran diri Paus de jure diatur dalam „Codex Iuris
Canonici“ (Hukum Kanolik Gereja Katolik) yang diperbaharui tahun 1983
oleh Paus Yohanes Paulus II nomor 332, paragraf kedua, bunyinya:
„Apabila Paus mengundurkan diri dari jabatannya, untuk sahnya dituntut
agar pengunduran diri itu terjadi dengan bebas dan dinyatakan
semestinya, tetapi tidak dituntut bahwa harus diterima oleh siapapun.“
Pengunduran diri Paus hendaknya terjadi dengan alasan dan motivasi yang
masuk akal, sukarela, bebas dan tanpa tekanan. Paus Yohanes Paulus II
dalam Konstitusi Apostolik „Universi Domini Gregis“ (Gembala semua
kawanan) tahun 1986 mereformasi aturan pergantian jabatan Paus. Di sana
tertera bahwa Takhta Petrus atau jabatan Paus juga bisa lowong karena
alasan lainnya selain kematian.
Jika kita mengerling 2000 tahun
kiprah sejarah Gereja, di sana ditemukan fakta bahwa terdapat beberapa
Paus yang dipaksa untuk mengundurkan diri. Beberapa kali Kaisar Roma
memaksa Paus untuk melepaskan jabatannya dan mengasingkannya ke luar
Roma. Tahun 325 Kaisar Maximinus Thrax mengungsikan Paus Pontianus ke
Sardinia. Paus Silverius (dipilih tahun 536) harus mengundurkan diri
tahun 537 akibat tekanan Gereja Timur di Konstantinopel. Paus Benediktus
X yang dipilih tahun 1059 dan tidak sampai setahun kemudian ia
diekskomunikasikan. Setelah era exil di Avignon, timbul skisma
(perpecahan) Gereja Barat tahun 1378 yang ditandai oleh munculnya Paus
tandingan. Konflik ini berkulminasi dengan tampilnya tiga Paus yakni di
Avignon, Roma dan Paus hasil Konklaf di Pisa (1409). Skisma ini baru
berakhir tahun 1417 melaui Konsili Konstanz (1414) atas desakan Raja
Sigismund dari Jerman. Jabatan ketiga Paus yang ada (termasuk Paus
Gregorius XII dari Roma) dianulir dan dipilih Paus baru yakni Paus
Martinus V tahun 1417 yang sekaligus mengakhiri skisma gereja Barat.
Paus Yohanes Paulus II ketika sakit keras, beliau sudah menyiapkan surat
pengunduran dirinya, namun ia telah meninggal sebelum ia mengumumkan
pengunduran dirinya.
Hingga berita pengunduran diri Paus Benediktus
XVI, sejarah kepausan hanya menoreh Paus Celestinus V yang secara
sukarela mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Paus tanggal 13
Desember 1294. Alasan pengunduran dirinya waktu itu adalah usia, kondisi
fisik yang lemah (alasan kesehatan), ketidakmampuannya dalam urusan
administrasi dan birokrasi kepausan serta keinginannya untuk kembali
hidup sebagai pertapa di biara.
Dalam bulan Juli 2010 pernah Paus
Benediktus XVI berziarah ke makam Paus Celestinus V di L’Aquila di
Abruzzen, Italia. Pada nisan itu terjadi isyarat yang unik yakni Paus
Benediktus XVI meninggalkan Pallium (stola kepausan dari bahan wol) yang
diterimanya saat pemahkotaannya sebagai Paus. Tampaknya Benediktus XVI
sangat terpesona oleh sikap dan keputusan Paus pertapa yang hidup
sederhana dan konsekuen. Kini Benediktus XVI menurutinya. Juga dalam
tahun yang sama, wartawan Jerman Peter Seewald menanyakan Paus
Benediktus XVI dalam suatu wawancara sebagaimana terbuat dalam buku
„Licht der Welt“ (Terang Dunia), apakah seorang Paus bisa mengundurkan
diri. Si Gembala Agung menjawab: „Jika seorang Paus sampai pada
kesimpulan yang jelas bahwa ia secara fisik, psikis dan mental tidak
sanggup lagi memenuhi tugas jabatannya, maka ia berhak dan dalam artian
tertentu wajib untuk mengundurkan diri.“ Lebih lanjut ia menegaskan:
„Akan tetapi seorang Paus tidak boleh begitu saja melarikan diri, jika
ada bahaya sangat besar untuk Gereja atau jabatan kepausannya.
Pengunduran diri hanya bisa terjadi dalam momen yang damai.“ Kini momen
yang damai dimaksud telah tiba bagi Paus Benediktus XVI.
Pengunduran
diri Paus Bendiktus XVI akan direalisasikan tanggal 28 Pebruari 2013
pukul 20.00. Menurut Hukum Kanonik, jabatan seorang Paus bukanlah suatu
mandat, sehingga seorang Paus yang mengundurkan diri tidak harus
mengembalikan mandatnya atau bertanggung jawab kepada institusi
tertentu, Kollegium Kardinal misalnya yang telah memilihnya. Setelah
pengunduran diri atau wafatnya seorang Paus, terjadi masa yang oleh
bahasa gereja disebut sebagai „sedesvacans“ (takhta lowong). Para
Kardinal yang berusia di bawah 80 tahun segera melaksanakan sidang
pemilihan Paus (Konklaf) di Kapel Sixtina di Vatikan minimal 15 hari
atau paling lambat 20 hari setelah Paus mengundurkan diri atau
meninggal. Marilah kita menyambut sidang Konklaf berikutnya untuk
kembali mendengarkan berita gembira „Habemus Papam“ (kita mempunyai
Paus) sebagai pengganti Petrus ke-266. Viva il Papa! (P. Riduan Fransiskus, Pr)
Deklarasi pengunduran diri Paus Benediktus XVI http://katolisitas.org/10182/deklarasi-pengunduran-diri-paus-benediktus-xvi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar