Minggu, 29 Maret 2015

BERANDA ORANG MUDA JANUARI-APRIL 2015

Beranda Orang Muda,  GEMA April 2015
Butuh Dukungan Orangtua
Ada kegembiraan tersendiri dialami Canris Megawati Naibaho, S.Ag. (22) saat menjadi pendamping Pendidikan Anak Usia Dini-Bina Iman Anak (PAUD-BIA) Paroki St. Fidelis a Sigmarinda, Payakumbuh, sejak pertengahan September 2014. “Anak-anak itu menerima saya dengan tangan terbuka. Saya pun dekat dengan mereka. Saya juga merasa terhibur dan berkesempatan mendekatkan anak-anak itu dengan Tuhan Yesus,” ucapnya.

Anak kelima dari 13 bersaudara dari pasutri Wilson Naibaho dan Nurmaya br. Nadeak ini menjadi guru agama Katolik di SD Pius, Payakumbuh. Alumna Sekolah Tinggi Pastoral (STP) St. Bonaventura, Delitua-Medan, Sumatera Utara ini menjadi guru agama sejak 13 September 2014.  Tanpa menunggu banyak waktu, ia pun dilibatkan dalam dunia PAUD-BIA.  Perempuan kelahiran Hutamalau, 2 Juni 1992 ini berupaya ‘menikmati’ karya pelayanan barunya ini. Di paroki, ia juga aktif  dalam kegiatan Orang Muda Katolik (OMK). Sebagai guru agama Katolik, Canris tahu jumlah anak Katolik usia SD  di parokinya, tetapi belum semua ikut kegiatan PAUD-BIA. Baru 20-an anak.  “Saya membutuhkan dukungan orangtua untuk mendidik iman anak-anak itu. Kami pun heran, karena  ada orangtua yang tidak mengizinkan anaknya ikut PAUD-BIA. Kalau orangtua bersikap demikian, para pembina juga tak bisa memaksa,” ungkapnya. (GEMA EDISI APRIL 2015)


Beranda Orang Muda,  GEMA April 2015
Merasa Tak Punya Teman
Walaupun  kerap diajak berdoa di lingkungan ataupun didorong untuk hidup religius, misalnya sebagai legioner, oleh ibu kosnya saat masih SMP St. Theresia, Air Molek, namun Ambrosius Wahono belum tertarik kegiatan menggereja. Begitupun setelah ia menamatkan sekolah di SMA Handayani, Pekanbaru (2007).
Anak kelima 6 bersaudara dari pasutri Guido Pono dan Lucia Tugirah ini, baru tergerak hati ikut dalam kegiatan rohani di  gereja pada tahun kedua kuliahnya di Program Diploma Tiga (D3) Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Riau (UR), Pekanbaru.  Saat itu, lelaki kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 9 April 1988 ini merasa hidupnya  jauh dari  Tuhan, jiwanya terasa kosong.   Ambrosius menyadari keadaannya itu di saat-saat genting akhir kuliahnya.  “Saya pun berdoa mohon keberanian untuk menyatukan diri dengan teman-teman OMK yang belum saya kenal sama sekali”, ujarnya.
Ambrosius mengaku “kikuk”  ketika pertama kali mau bergabung dengan teman-teman Orang Muda Katolik (OMK) ) Paroki St. Maria A Fatima, Pekanbaru.  Saat itu, ia merasa tidak punya teman dan sibuk dengan diri sendiri.  Ia pun berjumpa teman kuliah agama di kampus yang sudah aktif di paroki. Ia diajak  dan merasa senang karena mendapatkan teman.  Setamat kuliah (2012), Ambrosius bekerja di sebuah perusahaan jasa keuangan (finance) dan kini sebagai tenaga kontrak  perusahaan sub kontraktor  operator telekomunikasi terkemuka di Indonesia, dengan wilayah kerja di Sumatera Bagian Tengah (Padang, Riau Daratan, Kepulauan Riau). Karena tuntutan kerja, Ambrosius kerap berpindah-pindah  tempat kerja, tempatnya  ‘berminggu’pun berpindah. “Jujur,  saya kadang tidak ke gereja pada hari Minggu, karena di kota (tempat) saya kerja tidak ada gereja Katolik. Saat-saat seperti itulah saya merasa kangen dengan teman-teman OMK”, katanya(GEMA EDISI APRIL 2015)
Beranda Orang Muda, GEMA Maret 2015
Tak Hanya Dibina, Juga Mau Membina

“Menjadi pendamping Bina Iman Anak (BIA) tantangan tersendiri, karena  kesabaran saya diuji habis-habisan. Meskipun begitu, sebagai warga Orang Muda Katolik (OMK) hal ini membuat hidup saya berpikiran positif dan lebih dewasa,” ucap Rouli Santa Lucia Limbong (16).
Anak pertama 5 bersaudara pasutri Sander Limbong dan Nurli br. Hombing ini telah tiga tahun bergelut dengan dunia anak-anak.  Warga Kring Santo Yohanes Adeo  Paroki St. Yosef, Duri, Riau ini mengasah keterampilan dan  pengetahuan tentang kegiatan BIA melalui berbagai pembekalan yang diadakan di parokinya.  Atas bekal itulah, Rouli bisa lebih sabar, mampu menciptakan suasana bersahabat dengan anak, menguasai bahan pembinaan. Bersama dua rekan pendamping, Rouli saat ini melayani 30-an anak-anak.  Siswi kelas X jurusan Teknik Komputer Jaringan SMK Swasta Yapim Taruna, Mandau, Duri ini dulu juga aktif di BIA di masa kanak-kanaknya.
Walau  di sekolah berkutat dengan komputer,  remaja perempuan kelahiran Marike, Binjai, Sumatera Utara, 20 Desember 1998 ini bercita-cita menjadi dosen bahasa Inggris. Keterlibatan menjadi pendamping BIA dirasakannya sebagai pintu masuk pertama menjadi pendidik(GEMA EDISI Maret 2015)
Beranda Orang Muda, GEMA Februari 2015
Beroleh Banyak Pengalaman
“Untuk menggapai cita-cita yang diinginkan, saya mesti belajar lebih giat dan percaya diri. Berbagai lomba yang pernah diikuti lebih mengasah keberanian saya,” ucap Roparia Genoveva Sabailaket (14). Pelajar kelas VIII-3 SMP Yos Sudarso, Muara Siberut, Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai ini ingin menjadi polisi.
Ropa, panggilan akrabnya, tertarik menjadi polisi karena suka melihat penampilan apalagi ada sepupunya yang menjadi polisi. Anak ke-2 dari empat bersaudara pasutri Mateus Ropkunen Sabailaket dan Maria Sapeai ini menyadari jalan menuju cita-cita masih panjang. Salah satu persiapannya saat SMA kelak adalah membekali diri dengan keterampilan bela diri karate.
Perempuan remaja kelahiran Muara Siberut, 2 Maret 2001 ini juga kerap dilibatkan bila ada perlombaan-perlombaan sebagai utusan sekolah. Ia pernah mengikuti Lomba Mendongeng dan Deklamasi Puisi. Kemampuan mendongeng mulai tampak saat pertama kali mengikuti Lomba Mendongeng Tingkat Kabupaten Kepulauan Mentawai (2013) sebagai utusan SD Negeri 23 Tuapeijat, Sipora Utara. Saat SD pun, ia pun sempat mengikuti Lomba Karangan Ilmiah dan Lomba Paduan Suara. Penggemar olah raga bulu tangkis ini berujar, “Walau belum beroleh juara, namun pengalaman mengikuti lomba tersebut sungguh mengayakan saya. Begitupun pengalaman sebagai asisten guru pendamping Bina Iman Anak/BIA sungguh mengasah kemampuan mendongeng saya. Meski sibuk, saya tidak meninggalkan tugas utama sebagai pelajar dan sukses belajar.” 
Beranda Orang Muda, GEMA Januari 2015
Pingin Ngumpul Jadi Satu
Ada kesenangan tersendiri bagi Ronny Cahyadi, SE (28) bisa mendampingi anak muda Katolik di Paroki Hati Kudus, Pangkalan Kerinci, Riau. “Kita bisa ngumpul, saling berbagi (sharing) cerita dan kisah, bersama berkunjung ke stasi-stasi. Namun, ada kesulitan
mengumpulkan anak muda Katolik yang berdomisili berjauhan di paroki ini,” ucap Ronny. Setahun silam (2013), bungsu tiga bersaudara pasutri Handoyo Pramono dan Sri Handayani ini dimintai bantuannya oleh pastor paroki mendampingi anak-anak muda Katolik. Lelaki kelahiran Surakarta,  Jawa Tengah,  22 September 1986 ini berupaya menghubungi dan mengumpulkan satu per satu warga OMK paroki setempat. Karyawan salah satu perusahaan bubur kertas ternama ini gembira melihat tingginya antusiasme OMK untuk berkumpul dan berkegiatan di gereja. Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Soegijopranoto, Semarang ini mengakui kebanyakan warga OMK sebagai karyawan. Kalangan OMK pelajar belum banyak yang bergabung.  , Ronny mengakui  tidak mudah ‘menghidupkan’ kembali wadah yang sempat vakum, kosong kegiatan selama satu tahun. Ia pun berharap, lewat langkah-langkah yang dilakukannya, termasuk menggiatkan kegiatan Doa Taize, dapat menjadi pemicu keterlibatan banyak OMK. Ia juga mendorong penyelenggaraan pertemuan OMK se-Paroki Hati Kudus Pangkalan Kerinci, awal Juli 2014, sebagai cikal-bakal pembentukan wadah OMK.
Beranda Orang Muda, GEMA Januari 2015
Berupaya Jaga Kepercayaan
Nelfi Febyola br. Simanjuntak (27)  berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan
kepadanya, apalagi tanggung jawab menyangkut uang. Perempuan kelahiran Duri (Riau) 23 November 1987 ini menyadari dirinya tak boleh salah dalam hal pengelolaan keuangan.  Dalam pekerjaannya, alumni Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman (2010) ini menangani administrasi keuangan (admin finance) perusahaan konstruksi dan penyewaan alat berat. Di paroki, ia menjadi bendahara OMK  Paroki dan bendahara harian Dewan Pastoral Paroki (DPP) St. Yosef, Duri.
Meskipun menangani keuangan di Gereja tidak mendapatkan gaji seperti di tempat kerja, Nelfi merasa puas dapat melayani. OMK  dan paroki bukanlah  lembaga bisnis, tetapi soal keuangan mesti transparan dan terbuka bagi siapa saja.  “Saya senang bisa membantu adik-adik OMK. Setelah  30 bulan, sebagai bendahara OMK dan DPP saya merasakan kepercayaan ini berat tanggungjawabnya. Saya mesti menyiapkan laporan yang akurat dan siap memberikan penjelasan bila dibutuhkan. Saya menikmati tanggung jawab sebagai bendahara, tanpa beban, dan bekerja lurus-lurus saja. Dalam penggunaan dana OMK, saya selalu mengonfirmasikannya kepada pihak terkait,” tandasnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites